BERJUANG TANPA LELAH---CIPTAKAN RUANG PASAR TANPA PESAING DAN BIARKAN KOMPETISI TAK LAGI RELEVAN (KIM & MAUBORGNE)"

Selasa, 28 April 2009

Jamilah dan Sang Presiden (kritik bagian pertama)

ini adalah salah satu foto dari judul film Jamilah dan Sang Presiden, yang katanya akan rilis 30 April 2009.., dari judulnya saya yakin film ini bagus, apalagi ada aktris kawakan dan favorit saya yakni christine hakim.., berdasarkan cerita yang beredar christine hakim di film ini berperan sebagaia adalah kepala penjara dan tokoh yang diperankannya tokoh antagonis..semakin penasaran..kepala penjara yang jahat?....seru membayangkannya...
Namun melihat salah satu foto dari film ini pertanyaan mendasar saya adalah, apakah penggambaran tentang lapas dan petugasnya menggambarkan apa yang semestinya?...dari foto ini saja saya sudah pesimis, kenapa? pertama seragam petugas lapas, ini settingnya di Indonesia apa diluar negeri ? sementara atribut yang dipakai jelas-jelas atribut petugas lapas di Indonesia, tapi kenapa seragamnya berwarna biru?...
kedua di foto ini jelas sekali peran christine hakim sebagai kepala lapas, tapi rasanya belum ada kepala lapas yang mengawal langsung narapidananya...(hehehehhe...so klise)...
ketiga saya penasaran ingin nonton.., semoga saja penggambarannya di film tidak jauh melenceng, sebab asumsi awal saya pasti yang di blow up tentang lapas dan petugas (yang dalam film disebut sipir) yang bombastis dan jauh dari fakta kebenaran yang ada....
(continued)

Selasa, 14 April 2009

Homosexuality in Prison


-->
Review :
THE SOCIAL MEANING OF PRISON HOMOSEXUALITY
1. Pendahuluan
Penjara adalah tempat narapidana dalam melaksanakan hukuman yang telah dijatuhkan pengadilan. Dalam menjalani hukuman pada dasarnya narapidana kehilangan akan hak-haknya seperti hak kemerdekaan bergerak, hak berpolitik maupun hak untuk menyalurkan hasrat biologis atau melakukan hubungan seksual. Mengadakan hubungan seksual memang merupakan hak asasi manusia namun selama menjalani pidana hak ini menjadi hilang atau tidak diberikan kepada narapidana.
2. Penyaluran Hasrat Seksual di Penjara
Setiap orang mempunyai hasrat dan naluri untuk menyalurkan kebutuhan biologis untuk melakukan hubungan seksual. Hasrat seksual ini menjadi terhambat dengan ditempatkannya mereka di penjara. Pada dasarnya sebuah penjara menempatkan narapidana berdasarkan jenis kelamin. Narapidana pria dan narapidana wanita biasanya ditempatkan dalam blok yang terpisah, atau bahkan ditempatkan dalam penjara khusus pria atau penjara khusus wanita.
Dalam menjalani pidana tentu narapidana merasa sakit atau tersiksa karena otomatis mereka tidak dapat menyalurkan hasrat seksualnya, terutama mereka yang sudah berkeluarga dan mempunyai masa pidana yang relatif lama. Dengan kondisi demikian penyaluran hasrat seksual biasanya melalui mimpi basah, onani atau masturbasi, dan hubungan seksual sejenis (homoseksual).
3. Homoseksual
Homoseksual adalah melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang sejenis, atau biasanya hubungan seksual pria dengan pria, sedangkan untuk pasanganwanita dengan wanita dengan wanita sering disebut lesbian. Penyimpangan ini terjadi umumnya pada narapidana yang mempunyai hukuman lama atau memang mereka yang mempunyai penyimpangan seksual sebelumnya. Penyimpangan ini sebagai akibat adanya aturan yang tidak memperbolehkan narapidana melakukan hubungan seks heteroseksual selama menjalani pidana di penjara, sehingga memungkinkan satu-satunya cara yang dipilih untuk menyalurkan hasrat biologisnya.
4. Homoseksual di Penjara Wanita
Homoseksual lebih sering dilakukan di penjara pria, hal ini disebabkan karena pria padaumumnya mempunyai hasrat seksual yang tinggi dan susah untuk menahannya. Mereka yang menolak homoseksual biasanya melampiaskannya melalui onani. Pada penjara wanita lebih sedikit ditemukan lesbianisme karena biasanya wanita lebih bisa menahan hasrat seksualnya karena perasaan wanita yang lembut dan bisa menyimpan emosi jiwanya. Biasanya dalam komunitas penjara wanita terjadi kelompok-kelompok kekeluargaan yang mempunyai peran-peran seperti sebagai ayah, ibu, dan anak. Peran-peran inilah yang membuat mereka menjadi merasa mendapat perhatian dan dapat melupakan keinginan yang bermacam-macam, termasuk melakukan hubungan intim sejenis sesama wanita. Namun tidak sedikit pula mereka yang mempunyai hasrat seksual yang tinggi menggambil jalan lesbian sebagai cara untuk menyalurkan hasrat seksual yang lama dipendamnya selain dengan cara masturbasi (orientasi seksual untuk mencari kenikmatan seksual dengan bermain sendirian).
5. Manajemen Untuk Mencegah Homoseksual di Penjara
Pada dasarnya penjara melarang adanya hubungan sejenis homoseksual dan lesbian. Keduanya dianggap sebagai perilaku yang menyimpang yang tidak boleh dilakukan. Untuk itu ada beberapa cara untuk mencegah berkembangnya orientasi seksual menyimpang di penjara antara lain:
  1. Menempatkan narapidana dalam setiap kamar dalam jumlah yang ganjil untuk menghindari terjadinya pasangan seks.
  2. Pengawasan yang lebih intensif terhadap narapidana didalam blok/kamar yang memungkinkan mereka dapat berintim secara sejenis
  3. Roling kamar narapidana yang memungkinkan mereka dapat bergaul dengan semua narapidana
  4. Penyuluhan kepada narapidana tentang kemungkinan bahaya penyakit yang timbul sebagai akibat perilaku yang menyimpang
  5. Memberikan sanksi atau hukuman yang keras terhadap narapidana yang tertangkap atau ketahuan melakukan hubungan seks sejenis di penjara
  6. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada keluarga narapidana untuk mengunjungi atau membesuk agar mereka merasa tidak dikucilkan oleh keluarganya, dan mempererat kembali jalinan kekeluargaan diantara mereka
  7. Memberikan bimbingan kerohanian dengan menyadarkan mereka bahwa homoseksual itu dilarang dari sisi agama (berdosa)
  8. Memberikan kegiatan yang bersifat keahlian agar mereka tidak hanya memikirkan seks, seperti pemberian ketrampilan kerja yang nantinya dapat digunakan sesudah mereka bebas dan kembali ketengah-tengah masyarakat
  9. Memberikan kegiatan olah raga dan rekreasi agar mereka tidak hanya diam di kamar dalam mengisi hari-harinya selama menjalani pidana di penjara.

Pelayanan Kesehatan di Lapas

PEMENUHAN HAK KESEHATAN NARAPIDANA DALAM RANGKA PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SALEMBA


ABSTRAK


Sistem Pemasyarakatan berasumsi bahwa narapidana bukan saja obyek melainkan subyek. Sebagai manusia yang tidak berbeda dari manusia lainnya maka sewaktu-waktu ia dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Tujuan penegakan hukum adalah meliputi : pertama; menciptakan ketertiban umum, kedua; mencari kebenaran dan keadilan, dan ketiga; menegakkan hak asasi manusia. Wujud menagakkan hak asasi manusia bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan adalah dengan pemenuhan hak atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak bagi narapidana.
Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu Bagaimana pelaksanaan pemenuhan hak narapidana atas pelayanan kesehatan dalam rangka pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba serta kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanannya. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis, teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan, sementara lokasi penelitian adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pelaksanaan pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan yang layak di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba Jakarta secara formal terlaksana sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang melakukan pembinaan terhadap narapidana. Secara substansial hak fasilitas atas pelayanan kesehatan tidak terlaksana secara optimal. Indikatornya adalah jumlah anggaran makan yang tersedia sudah tidak mencukupi lagi karena jumlah penghuni lembaga yang melebihi kapasitas. Masalah klasik pelayanan kesehatan juga dialami Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba Jakarta, yaitu prosedur berobat yang rumit, prosedur rujukan ke Rumah Sakit luar lapas yang membutuhkan waktu yang lama hingga minimnya anggaran kesehatan yang disediakan negara.
Pemenuhan hak atas fasilitas makanan dan kesehatan yang layak seharusnya bukan menjadi masalah yang berarti untuk kondisi saat ini. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebagai institusi yang membawahi Unit pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan seharusnya mampu memberikan dorongan dan masukan kepada pemerintah dan lembaga eksekutif untuk menaikkan anggaran makan dan kesehatan narapidana selain anggaran peningkatan kesejahteraan bagi petugas pemasyarakatan itu sendiri.


ABSTRACT


System Pemasyarakatan assume that prisoners are not only objects but subjects. As a man who is not different from other people during the time he can make a mistake or a mistake that could be criminal, so that should not be excommunicated. Must be observed is that the factors that may cause prisoners do things contrary to law, morality, religion, or social obligations that may be criminal. Law enforcement is the goal include the following: first, to create public order, second; seek truth and justice, and third; uphold human rights. Menagakkan existence of human rights for prisoners at the correctional facility is the fulfillment of the right to health service facilities are eligible for the prisoners.

In this research, two research questions that would be the implementation of rights How prisoners on health services in the framework of the prisoners at the correctional facility Klas IIA Salemba and obstacles faced in its implementation. The method used is a method of research to the legal normative juridical approach, techniques of collecting data through the study of literature and field studies, while the location of the research is penitentiary Klas IIA Salemba Jakarta. Based on the results of research they found that the implementation of the right to appropriate health care services in correctional facility Klas IIA Salemba Jakarta formally done in accordance with the duties and functions as the principal institution for the conduct of the prisoners. Substantially above the rights of health services facilities not been optimal. The indicator is the amount of available food budget is no longer sufficient because of the amount that exceeds the capacity of institutions. Classical problems of health services also experienced the penitentiary Klas IIA Salemba Jakarta, the treatment of complicated procedures, the procedure leads to the hospital outside lapas that requires a long time to inadequate health budget provided country.

Fulfilling the rights to food and health facilities are eligible should not be a problem which means that for current conditions. Directorate General Pemasyarakatan as the institutions that supervise implementation Technical Unit (UPT) Pemasyarakatan should be able to provide encouragement and input to the government and executive institutions to increase the food budget and health prisoners than the budget increase for welfare officers itself.