Rabu, 22 Desember 2010
Sabtu, 04 Desember 2010
Minggu, 21 November 2010
Senin, 08 November 2010
Selayang Pandang PIM IV Angkatan 155 Tahun 2010
Diklat Kepemimpinan Tingkat IV katanya si.. dipersiapkan untuk menduduki jabatan Eselon IV, walaupun faktanya sudah ada peserta yang sudah menduduki jabatan Eselon IV dan ada juga yang masih Eselon V bahkan masih level staff.
Rabu, 01 September 2010
UPT Pemasyarakatan (Part II - end)
1. Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara
Dalam PP 27/1983 dinyatakan bahwa di dalam Rupbasan di tempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan,pnuntutan, dan pemeriksaan berdasarkan putusan hakim (psl 27 ayat 1). Benda sitaan disimpan di Rupbasan untuk menjamin keselamatan dan keamanannya (pasal 27 ayat 3).Ripbasan dikelola oleh Departemen Kehakiman. Tanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut, ada pada pejabat sesuai dengan tingkat pemeriksaan.Tanggung jawab secara fisik ada pada Kepala Rupbasan (pasal 30)
Tujuan dari ketentuan diatas,agar supaya dapat dihindarkan adanya penyalahgunaan terhadap barang bukti dan barang sitaan negara. Yaitu melalui upaya pemisahan fungsi antara pejabat yang bertanggung jawab secara fisik atas barang tersebut. Pemisahan fungsi ini dimaksudkan tidak lain adalah agar dimungkinkannya system saling cekking diantara kedua belah pihak, sehingga setiap pejabat dapat saling mawas diri dan tidak terjerumus ke dalam penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.
Namun sangat disayangkan bahwa walawpun peraturan tersebut sudah berjalan kurang lebih 25 tahu, akan tetapi sampai saat ini operasionalisasi tugas dan fungsi Rupbasan tersebut sangat jauh dari harapan. Sampai saat ini masih ada kesan bahwa pihak yang bertanggung jawab secara yuridis tidak rela untuk menyerahkan pengelolaan barang bukti dan barang sitaan tersebut.
Terlepas dari berbagai alasan yang menjadi justifikasi dari ttindakan-tindakan tersebut, sudah barang tentu keadaan ini tidak kondusif terhadap upaya-upaya penegakan hukum di indonesia yang bertekad untuk memberi sentuhan manusiawi sebagai penjabaran nilai-nilai Pancasila.
2. Lembaga Pemasyarakatan
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan Pemasyarakatan berdasarkan system, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari system pemidanaan dalam tata peradilan pidana (pasal 1 UU No.12 tahun 1995).
Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkann kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehinnga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab (pasal 2 ayat 1 UU No. 12/1995)
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa tindakan intitusionalisasi (pemenjaraan) dapat membawa dampak yang destruktif yang disebabkan adanya “gaya yang bekerja, secara struktural, sedemikian rupa” di dalam tembok LP sehingga menimbulkan pengaruh yang negatif, yaitu berupa teekontamiminasinya nilai-nilai sub kebudayaan penjara (proses prisonisasi) dan terkena proses labiling (stigmatisasi) yang pada gilirannya dapat menumbuhsuburkan proses residivisme (pengulangan perilaku melanggar hukum).
Dengan menyadari adanya kemungkinan-kemungkinan tersebut diatas, dimana kalau dibiarkan akan menjadikan tindakan penghukuman tersebut (yang merupkan rangkaian dari proses penegakan hukum) mengarah kepada proses yang tidak memanusiakan manusia, maka Undang- undang nomor 12 tahun 1995 telah mengariskan hak-hak yang dimiiliki oleh warga binaan pemasyarakatan, tanpa kecuali. Adapun hak-hak tersebut antara lain:
a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
b) Mendapat perawatan, baik perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c) Mendapat pendidikan dan pengajaran,
d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak,
e) Menyampaikan keluhan
f) Mendapatkan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.
g) Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya
h) Mendapatkan Pengurangan masa pidana
i) Mendapatkan kesemptan berasimilasi
j) Mendapatkan Pembebasan bersyarat
k) Mendapatkan cuti menjelang bebas dan
l) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila kita tinjau lebih mendalam, terutama dalam kaitannya dengan hak-hak yang diatur dalam huruf h sampai dengan huruf l,dimana kesemuanya itu merupakan hak untuk berasimilasi dan berintegrasi dengan masyarakat beserta seluruh nilai dan norma yang berlaku, maka di kandung maksud agar pengaruh proses prisonisasi dan proses stigmatisasi selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dapat diperkecil. Dengan adanya ketentuan di atas, di mana hak-hak terpidana telah di cantumkan secara tegas di dalam undang-undang, mengisyaratkan adanya suatu kepastian hukum bahwa setiap petugas pemasyaratkan “wajib” memberikan pelayanan seoptimal mungkin agar salah satu tujuan dari pennegakan hukum yakni dalam rangka “memanusiakan manusia” dapat tercapai.
Namun yang masih menjadi kendala yang dihadapi oleh pemasyarakatan untuk melayani hak-hak warga binaan pemasyarakatan untuk melayani hak-hak warga binaan pemasyarakatan adalah yang menyangkut sarana dan prasarana termasuk biaya, yang masih sangat terbatas sehingga upaya tersebut masih dirasakan kurang efektif. Disamping itu fungsi hakim pengawas dan pengamat seperti yang diatur dalam KUHAP pasal 280, yang nota bene merupakan perwujudan semangat system chekking dalam suatu proses ke-sistem-an penegakan hukum, sampai saat ini belum mendapat penilaian, melalui wewenang pengawasan dan pengamatannya di dalam Lembaga Pemasyarakatan, belum dapat dirasakan secara optimal, terutama dalam proses re-evaluasi sampai sejauh mana ketepatan pemberian hukuman yang dijatuhkan oleh seorang hakim bermanfaat bagi upaya perbaikan dan pembinaan yang dilakukan terhadap seorang terpidana.
3. Balai Pemasyarakatan
Balai Pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis Pemasyarakatan yang menyelenggarakan tugas dan fungsi pembimbingan kepada klien, yang meliputi :
· Klien yang sedang melaksanakan proses pembinaan cuti menjelang bebas
· Klien yang sedang melaksanakan proses pembinaan pembebasan bersyarat
· Anak sipil, anak Negara dan narapidana anak.
Dalam kaitannya dengan pelaku kejahatan yang masih di bawah umur (anak nakal), system peradilan di Indonesia telah mempunyai mekanisme guna melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan kepada anak, yakni melalui Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Perlakuan terhadap pelaku kejahatan yang masih di bawah umur (anak nakal), baik dalam proses peradilannya, proses penyidikannya,proses penuntutannya maupun cara penempatannya di Lembaga Pemasyarakatan dilaksanakan secara khusus , guna mencegah dampak negative dari jalannya proses penegakan hukum seperti disebutkan di muka.
Untuk itu dalam pasal 59 UU nomor 3/1997 dinyatakan bahwa hakim dalam memberikan keputusannya “wajib” mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka putusan dinyatakan “batal demi hukum” (penjelasan pasal 59)
Laporan Penelitian Kemasyarakatan adalah sebuah laporan yang berisi tentang hasil penelitian mengenai riwayat hidup klien yang menyangkut latar belakang social,ekonomi,kejiwaan,sebab sebab mengapa klien melakukan perbuatan melanggar hukum dan lain-lain.Laporan ini di buat oleh petugas Pembimbing kemasyarakatan agar dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam memberikanputusannya. Sehingga diharapkan putusan hakim tersebut dapat lebih efektif bagi pelaksanaany pembimbingannya. Dismping itu fungsi Laporan Penelitian Kemasyarakatan dapat dipergunakan pula untuk membantu memperlancar tugas-tugas penyidik dan penuntut umum agar tindakan-tindakan yang akan dikenakan kepada pelanggar hukum yang masih muda tersebut lebih tepat karena di dukung oleh data yg objektif dan komprehansif.
Berhubung pentingnya laporan Penelitian Kemasyarakatan ini bagi aparat yang terkait, maka disadari bahwa kualitas dari pembuatan laporan tersebut harus profesional dalam arti bahwa laporan itu harus obyektif dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan yang bersifat pribadi apalagi dibuat dengan menyalahgunakan wewenang.
Dalam kaitan ini peranan petugas Balai Pemasyarakatan lebih bersifat memberikan bantuan kepada penegak hukum lainnya, dengan satu tujuan agar fungsi manifest dari penegakan hukum tidak menjadi dominan tapi dapat di eliminir sedemikianrupa sehingga tujuan hukum dapat dicapai.
Senin, 30 Agustus 2010
UPT Pemasyarakatan (Part I)
Sabtu, 08 Mei 2010
Pekerjaan Narapidana
Dalam Buku berjudul A Human Rights Approach to Prison Management terbitan International Center for Prison Studies disebutkan bahwa “Narapidana juga manusia," Mereka juga memiliki hak asasi manusia, seberat apa pun kejahatan yang telah mereka perbuat. Hak asasi narapidana yang dapat dirampas hanyalah kebebasan fisik serta pembatasan hak berkumpul dengan keluarga dan hak berpartisipasi dalam pemerintahan. Hal ini mengandung makna bahwa setiap program kegiatan bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan haruslah mencerminkan kehidupan diluar lapas, salah satunya adalah dengan pembinaan kemandirian berupa adanya pekerjaan bagi narapidana.
Hal ini berarti bahwa pembinaan terhadap narapidana harus bermanfaat baik selama yang bersangkutan menjalani pidana maupun setelah selesai menjalani pidana, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama dengan anggota masyarakat pada umumnya untuk dapat memberikan kontribusinya sebagai anggota masyarakat yang aktif dan produktif dalam pembangunan bangsa.
Pemikiran tentang fungsi Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga produktif secara implisit juga dimuat dalam The Standar Minimum Rules for the Treatment of Prisoners, antara lain disebutkan bahwa suatu perusahaan lembaga yang vital akan dapat dipertahankan hanya apabila ada pasaran bagi hasilnya. Pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada penjualan hasil-hasil di pasaran bebas dapat menghalang-halangi penggunaan mesin-mesin baru dan cara-cara berproduksi modern, yang dilanjutkan dapat menghambat penyesuaian narapidana pada pekerjaan-pekerjaan diluar. Sebaliknya produksi di dalam lembaga harus dihubungkan dengan rencana latihan ketrampilan dan nilai-nilai latihan kerja di lembaga-lembaga harus diambil sebagai dasar-dasar pertimbangan bagi lebih berhasilnya produksi itu.
Pekerjaan narapidana merupakan masalah yang penting dalam pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan, baik dipandang dari segi keamanan, kesehatan, pendidikan maupun fungsi sosial dari pekerjaan itu sendiri. Namun demikian tujuan, fungsi maupun sifat pekerjaan itu sendiri dalam sejarahnya tidak sama mengingat bahwa tujuan dan fungsi pidana hilang kemerdekaan itu sendiri mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan zaman.
Dengan dikembangkannya fungsi pemasyarakatan dari lembaga konsumtif menjadi lembaga produktif, maka kegiatan yang dilakukan harus dapat menciptakan iklim yang kondusif, yang memberikan peluang kepada narapidana untuk mengembangkan potensi diri dan melakukan kegiatan kerja produktif sesuai dengan bakat, latar belakang pendidikan, keterampilan atau keahlian yang dimiliki. Kegiatan kerja melalui pembinaan kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan harus merupakan suatu kegiatan yang simultan dan berkesinambungan, sehingga disamping bersifat treatment oriented maka kegiatan kerja tersebut juga harus bersifat profit oriented sebagai konsekuensi dari suatu kegiatan produktif.
Pekerjaan narapidana merupakan masalah yang penting dalam pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan, baik dipandang dari segi keamanan, kesehatan, pendidikan maupun fungsi sosial dari pekerjaan itu sendiri. Namun demikian tujuan, fungsi maupun sifat pekerjaan itu sendiri dalam sejarahnya tidak sama mengingat bahwa tujuan dan fungsi pidana hilang kemerdekaan itu sendiri mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan jaman. Dalam sistem pemasyarakatan pekerjaan narapidana bukan semata-mata dimaksudkan untuk tujuan-tujuan komersial yang bersifat profit oriented, namun lebih dimaksudkan sebagai media bagi narapidana untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai pribadi, anggota keluarga dan anggota masyarakat melalui kegiatan-kegiatan kerja yang bermanfaat sehingga baik selama maupun setelah menjalani pidana mereka dapat berperan utuh sebagai mana layaknya anggota masyarakat.
Pemikiran-pemikiran dasar yang melandasi perlunya program pembinaan dalam upaya peningkatan kualitas profesionalitas/ketrampilan kerja narapidana pada dasarnya pada satu sisi dimaksudkan untuk menekan atau mengeliminir segi-segi negatif dari pidana perampasan kemerdekaan, sedangkan disisi lain juga dimaksudkan untuk mengembangkan konsepsi pertanggungjawaban pribadi dalam pemidanaan untuk membangkitkan kesadaran narapidana akan nilai-nilai kemanusiaan, moralitas sosial dan tanggung jawab sosial dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
Pemberian pekerjaan melalui pembinaan kemandirian sesuai dengan yang diamanatkan oleh KUHP pada Bab II pasal 24 bahwa orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh diwajibkan bekerja didalam atau diluar tembok tempat orang- orang terpidana27. Pemberian pekerjaan bagi Narapidana selain bagian dari pembinaan juga merupakan bagian dari pengamanan di dalam Lapas. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Adi Sujatno bahwa :
fungsi dari pekerjaan yang diberikan kepada narapidana, antara lain : Bagian dari pemidanaan, Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, Untuk kepentingan pembangunan bangsa, Untuk memperbaiki mental, tabiat, dan perilaku, Untuk memberikan keterampilan dan keahlian, Memproduksi barang dan jasa yang bermanfaat bagi narapidana, keluarga, masyarakat dan negara, Media akselerator bagi tercapainya reintegrasi sosial narapidana.28
Mengenai tujuan pemberian pekerjaan Richard Snarr dalam bukunya menulis :
Work programs known as prison industry have a different purpose, which is to produce goods for the marketplace. Through the years, prison industry has been utilized to meet a varienty of goals, including
1. To make aprofit for the prison
2. To reduce idle time
3. To enforce prison discipline
4. To punish
5. To rehabilitate.29
Dari penjelasan diatas menurut Richard Snaar bahwa tujuan dari industri di penjara atau pemberian pekerjaan pada narapidana bertujuan untuk membuat keuntungan bagi penjara, untuk mengurangi waktu siaga dalam hal ini gangguan keamanan dapat dikurangi, untuk memaksa kedisiplinan dalam penjara, untuk menghukum, serta sebagai rehabilitasi narapidana.