Minggu, 11 Desember 2011
KOPERASI LAPAS/RUTAN YANG DIPANDANG SEBELAH MATA
Dalam setiap organisasi baik di sektor pemerintah maupun swasta umumnya memiliki suatu badan usaha yang disebut koperasi. Hal ini tidak terkecuali di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lapas/Rutan. Koperasi yang ada di Lapas/Rutan sebagaimana koperasi di instansi-instansi lain bertujuan untuk mensejahterahkan anggotanya melalui kegiatan perekonomian yang dilakukan. Hal yang unik dan membedakannya dengan koperasi di instansi lain adalah salah satu unit bisnis yang dilakukan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan harian narapidana/tahanan dalam bentuk kantin atau warung. Kantin atau warung tersebut umumnya menjual kebutuhan harian layaknya kantin atau warung diluar seperti sabun mandi, deterjen, rokok, mie instant hingga makanan.
Idealnya keberadaan kantin koperasi yang biasanya dibangun pada masing-masing blok hunian dimiliki oleh koperasi Lapas/Rutan sehingga dia memonopoli jenis perdagangan yang ada. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan kantin-kantin yang ada di blok hunian dikelola oleh individu-individu petugas atau bahkan narapidana/tahanan, atau ada pula pengelola manajemen koperasi di lapas/rutan menyelenggarakan tender kepada petugas dengan sistem setoran per bulan kepada pihak koperasi.
Kondisi diatas menyebabkan mekanisme perdagangan menjadi tidak sehat karena harga jual barang yang tinggi, karena masing-masing pihak mengejar target membayar sewa dan keuntungan. Hal ini kemudian memaksa narapidana/tahanan mau tidak mau harus memenuhi kebutuhan hariannya di kantin-kantin yang ada. Perdagangan menjadi tidak terkendali ditambah lagi dengan munculnya pedagang-pedagang liar atau dikenal dengan istilah “asongan” yang berada di sudut-sudut blok hunian yang menambah tampilan blok hunian menjadi jorok dan kotor.
Sistem perdagangan semacam itu kemudian memunculkan sistem hutang piutang antar narapidana/tahanan atau narapidana/tahanan dengan petugas. Hal ini terjadi karena tidak setiap saat narapidana/tahanan memiliki uang, sehingga cara yang cepat mereka meminjam kepada petugas dengan cara berhutang kemudian dikembalikan ketika uang dikirim atau saat dikunjungi oleh keluarganya, tentunya dengan pembayaran lebih atau sistem bunga. Tak jarang narapidana/tahanan yang berhutang tak sanggup membayar atau ingkar janji, biasanya kemudian terjadi ancaman, intimidasi hingga kekerasan fisik terjadi yang merupakan cikal bakal terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban.
Dalam manajemen lapas/rutan, peran koperasi selama ini terkesan dipandang sebelah mata. Hal ini terlihat dari enggannya petugas menjadi pengurus koperasi sehingga yang terpilih menjadi pengurus hanya itu-itu saja atau petugas yang dianggap tidak terlalu berperan dalam tugas pokok dan fungsinya dalam menjalankan tugas. Sehingga pengelolaan koperasi khususnya yang berkenaan dengan perdagangan kebutuhan narapidana/tahanan tidak dikelola dengan baik, mencari aman dan yang penting menghasilkan keuntungan, tanpa memandang peran pentingnya dalam mendukung peran utama lapas/rutan sebagai lembaga pembina dan perawatan narapidana/tahanan.
Padahal apabila pengelolaan koperasi dilakukan dengan baik, selain tujuan mensejahterahkan anggota tercapai juga perikehidupan di lapas/rutan menjadi lebih tertib, karena harga barang kebutuhan menjadi tidak terlalu mahal, meminimalisir terjadinya hutang piutang sehingga potensi intimidasi dan kekerasan dapat pula dikurangi, tampilan lapas.rutan juga menjadi indah karena tidak adanya pedagang-pedagang liar dan asongan.
(Bersambung....)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar