Kriminolog Universitas Indonesia, Prof. Muhammad Mustopa menilai manajemen lembaga pemasyarakat (LP) di Indonesia buruk. Jika tidak segera dibenahi maka akan menjadi mercon yang sewaktu-waktu siap meledak.
Artikel berikut ini merupakan hasil wawancara Darman Tanjung dari FORUM KEADILAN Online. Wawancara ini menurut saya penting, kritis dan menyentuh akar permasalahan...Semoga kita bisa memaknainya dengan hati dan kepala yang dingin.
Apa yang menjadi penyebab timbulnya kerusahan di dalam penjara atau LP?
Faktor penyebab kerusuhan di LP banyak, terutama soal manajemen LP. Kondisi penjara atau LP di mana saja sama seperti petasan yang setiap saat bisa meledak. Tinggal menunggu pemicunya saja. Kerusuhan di penjara tidak aneh. Di negara-negara lain juga sering terjadi seperti Meksiko atau Brazil. Karena sejatinya orang tidak mau dimasukkan ke dalam penjara. Dan di dalam penjara tidak ada yang alamiah seperti keadaan di luar penjara. Yang pasti penghuni penjara akan berkelompok sesuai kepentingannya, apakah itu persamaan ras dan sebagainya sehingga akan selalu terbentuk kelompok-kelompok yang bersaing satu sama lain. Kerusuhan di penjara bukan hanya terjadi antar kelompok tapi juga dengan sipir atau petugas. Jadi tinggal menunggu pemicunya saja.
Narapidana di LP Krobokan mengeluhkan sipir yang kerap melakukan pungli dan bertindak diskriminatif. Tanggapan Anda?
Itu terjadi di mana-mana. Diskriminasi barang kali itu hanya persepsi saja. Kadang-kadang diskriminasi itu diperlukan untuk menstabilkan penjara. Di penjara yang dihuni oleh orang yang makmur, dia sering mendapat fasilitas khusus dengan memberikan upeti atau bayaran. Tapi seringkali upeti itu juga disalurkan kepada napi yang tidak kaya sehingga terjadi pemeratan. Itu bisa dalam bentuk pemberian makanan dan sebagainya. Contoh konkritnya Ayin, dia dianggap berjasa melakukan proses pembinaan di dalam tahanan. Dengan demikian ketegangan penjara akan berkurang. Tapi yang seharusnya adalah negara memberikan fasilitas minimum di dalam penjara. Namun negara menganggap itu tidak penting.
Setiap kali terjadi kerusuhan di penjara, pemerintah selalu berdalih penjara-penjara kita overload . Jika memang kenyataannya demikian kenapa pemerintah tidak memberikan fasilitas yang memadai?
Memang tidak pernah diberikan. Seperti yang saya bilang tadi, pengambil kebijakan menganggap itu bukan prioritas. Orang-orang dipenjara dianggap seperti tempat pembuangan atau toilet. Dan yang penting lagi pemerintah harus berani membuat peraturan yang tidak populer dengan membatasi penghuni penjara. Pengguna narkoba tidak perlu dipenjara. Ini justru pengguna narkoba yang paling banyak menghuni penjara. Buat apa sih pengguna narkoba dipenjara? Mereka lebih baik di rehabilitasi. Tapi direhabilitasi pun jangan membebani anggaran negara karena, tidak juga ada jaminan orang yang direhabilitasi tidak akan menggunakan narkoba lagi.
Apakah cara itu menurut Anda akan efektif meminimalisir penghuni penjara?
Itu salah satu cara. Di luar negeri umumnya pengguna narkoba bukan dikriminalisasi. Mereka lebih banyak dimasukkan ke panti-panti rehabilitasi. Jadi harus ada pembenahan mendasar.
Tadi Anda mengatakan perlu dilakukan pembenahan mendasar di LP. Pembenahan mendasar seperti apa saja yang harus dilakukan?
Ini menyangkut manajemen LP. Pertama, membatasi jumlah orang yang masuk penjara sehingga tidak over croudit. Tidak usah berpretensi bahwa pembinaan narapidana itu tidak akan mengulangi pelanggaran hukum. Harus ada upaya mengurangi ketegangan di dalam penjara. Artinya, aktivitas di dalam penjara tidak membuat narapidana menjadi tegang. Penjara harus dibuat sebagai industri sehingga narapidana memiliki kesibukan dan akan mengurangi stres. Keuntungan industri di dalam penjara bisa digunakan memperbaiki fasilitas dan kesejahteraan para narapidana. Dengan demikian kebutuhan gizi para narapidana akan tercukupi. Selain itu, setelah bebas mereka juga bisa bekerja. Karena persoalan utama para napi ketika keluar adalah pekerjaan. Saya kira kegagalan pembinaan para narapidana bukan hanya di Indonesia, hampir seluruh penjara-penjara di luar negeri juga gagal melakukan pembinaan terhadap narapidana.
Penjara-penjara kita juga kerap disorot sebagai tempat peredaran narkoba, seks dan judi. Dan konon praktik seperti ini diduga melibatkan oknum petugas. Komentar Anda?
Di dalam penjara berlaku hukum pasar. Ada permintaan pasti ada penawaran. Keterlibatan oknum-oknum sipir tidak bisa dielakkan. Penjara sudah seperti pasar tinggal pilih apa maunya. Padahal penjara itu tidak boleh jual beli. Itu kan terjadi karena kebutuhan pokok narapidana tidak terpenuhi. Orang salah mengatakan penjara adalah hotel prodeo. Memang kesejahteraan pegawai sesuatu yang wajib, tapi ketika narapidana juga tidak sejahtera, pasti akan terus terjadi. Contohnya, dulu ada petugas LP Cipinang yang membebaskan Gunawan, seorang narapidana kasus pembunuhan dengan bayaran Rp 4 juta. Coba bayangkan, petugas tadi gajinya Rp 900 ratus. Untuk ongkos kerjanya sebulan habis Rp 700 ribu, diiming-imingi Rp 4 juta, ya dia terima. Sebenarnya ada standar operasional prosedur yang harus dijalankan. Petugas LP mestinya harus berdomisili radius satu kilometer dari tempat dia bertugas. Sehingga kalau ada masalah bisa segera dimobilisasi. Tapi sekarang kan petugas LP tinggalnya di mana-mana.
Jadi penjara bukan hotel prodeo?
Salah kaprah kalau orang mengatakan penjara hotel prodeo. Orang di dalam penjara itu menikmati fasilitas harus membayar. Cuma bukan dengan cara membayar petugas, tapi bekerja. Harusnya seperti itu, upahnya memang tidak seberapa. Keuntungannya yang digunakan untuk fasilitas di dalam penjara. Industri di dalam LP harus dijalankan secara profesional.
Penjara mana saja yang menerapkan manajemen seperti di Indonesia?
Sebetulnya penjara-penjara kita dibangun pada zaman Belanda diarahkan ke sana. Misalnya LP Cipinang dulu diarahkan untuk industri mebel karena di sana berkembang industri mebel. Kemudian Sukamiskin jadi percetakan, Cirebon untuk tekstil, di Yogyakarta sepatu, di Suarabaya sepatu. Jadi fungsi itu harus dikembalikan lagi.
Semestinya Kementerian Hukum dan HAM sudah mengetahui amburadulnya manajemen LP?
Saya kira tahu. Tapi kan ini sangat tergantung juga dengan pengambil kebijakan yang lain seperti Bappenas dan DPR. Hanya saja karena LP ini dianggap tidak penting maka dianggap tidak menguntungkan mereka. Saya dengar tempo hari Dirjen Lapas itu mendapat dana Rp 1 miliar untuk renovasi atau membangun penjara-penjara baru. Tapi faktanya yang sampai hanya Rp 700 juta. Kemana yang Rp 300 juta.
Artinya, membangun LP baru adalah suatu keharusan mengeliminir overload tadi?
Ya, apalagi sekarang banyak penambahan jumlah kabupaten/kota di mana di sana juga ada Polres, Kejaksaan, Pengadilan Negeri. Makanya salah satu syarat pendirian kabupaten/kota adalah membangun penjara. Misalnya Depok, harusnya ketika menjadi kabupaten, Depok harus punya penjara sendiri. Karena di negara mana pun penjara sebagai bagian fungsi pemerintahan. Karena tidak ada akhirnya tahanan dititipkan ke mana-mana.
Faktor penyebab kerusuhan di LP banyak, terutama soal manajemen LP. Kondisi penjara atau LP di mana saja sama seperti petasan yang setiap saat bisa meledak. Tinggal menunggu pemicunya saja. Kerusuhan di penjara tidak aneh. Di negara-negara lain juga sering terjadi seperti Meksiko atau Brazil. Karena sejatinya orang tidak mau dimasukkan ke dalam penjara. Dan di dalam penjara tidak ada yang alamiah seperti keadaan di luar penjara. Yang pasti penghuni penjara akan berkelompok sesuai kepentingannya, apakah itu persamaan ras dan sebagainya sehingga akan selalu terbentuk kelompok-kelompok yang bersaing satu sama lain. Kerusuhan di penjara bukan hanya terjadi antar kelompok tapi juga dengan sipir atau petugas. Jadi tinggal menunggu pemicunya saja.
Narapidana di LP Krobokan mengeluhkan sipir yang kerap melakukan pungli dan bertindak diskriminatif. Tanggapan Anda?
Itu terjadi di mana-mana. Diskriminasi barang kali itu hanya persepsi saja. Kadang-kadang diskriminasi itu diperlukan untuk menstabilkan penjara. Di penjara yang dihuni oleh orang yang makmur, dia sering mendapat fasilitas khusus dengan memberikan upeti atau bayaran. Tapi seringkali upeti itu juga disalurkan kepada napi yang tidak kaya sehingga terjadi pemeratan. Itu bisa dalam bentuk pemberian makanan dan sebagainya. Contoh konkritnya Ayin, dia dianggap berjasa melakukan proses pembinaan di dalam tahanan. Dengan demikian ketegangan penjara akan berkurang. Tapi yang seharusnya adalah negara memberikan fasilitas minimum di dalam penjara. Namun negara menganggap itu tidak penting.
Setiap kali terjadi kerusuhan di penjara, pemerintah selalu berdalih penjara-penjara kita overload . Jika memang kenyataannya demikian kenapa pemerintah tidak memberikan fasilitas yang memadai?
Memang tidak pernah diberikan. Seperti yang saya bilang tadi, pengambil kebijakan menganggap itu bukan prioritas. Orang-orang dipenjara dianggap seperti tempat pembuangan atau toilet. Dan yang penting lagi pemerintah harus berani membuat peraturan yang tidak populer dengan membatasi penghuni penjara. Pengguna narkoba tidak perlu dipenjara. Ini justru pengguna narkoba yang paling banyak menghuni penjara. Buat apa sih pengguna narkoba dipenjara? Mereka lebih baik di rehabilitasi. Tapi direhabilitasi pun jangan membebani anggaran negara karena, tidak juga ada jaminan orang yang direhabilitasi tidak akan menggunakan narkoba lagi.
Apakah cara itu menurut Anda akan efektif meminimalisir penghuni penjara?
Itu salah satu cara. Di luar negeri umumnya pengguna narkoba bukan dikriminalisasi. Mereka lebih banyak dimasukkan ke panti-panti rehabilitasi. Jadi harus ada pembenahan mendasar.
Tadi Anda mengatakan perlu dilakukan pembenahan mendasar di LP. Pembenahan mendasar seperti apa saja yang harus dilakukan?
Ini menyangkut manajemen LP. Pertama, membatasi jumlah orang yang masuk penjara sehingga tidak over croudit. Tidak usah berpretensi bahwa pembinaan narapidana itu tidak akan mengulangi pelanggaran hukum. Harus ada upaya mengurangi ketegangan di dalam penjara. Artinya, aktivitas di dalam penjara tidak membuat narapidana menjadi tegang. Penjara harus dibuat sebagai industri sehingga narapidana memiliki kesibukan dan akan mengurangi stres. Keuntungan industri di dalam penjara bisa digunakan memperbaiki fasilitas dan kesejahteraan para narapidana. Dengan demikian kebutuhan gizi para narapidana akan tercukupi. Selain itu, setelah bebas mereka juga bisa bekerja. Karena persoalan utama para napi ketika keluar adalah pekerjaan. Saya kira kegagalan pembinaan para narapidana bukan hanya di Indonesia, hampir seluruh penjara-penjara di luar negeri juga gagal melakukan pembinaan terhadap narapidana.
Penjara-penjara kita juga kerap disorot sebagai tempat peredaran narkoba, seks dan judi. Dan konon praktik seperti ini diduga melibatkan oknum petugas. Komentar Anda?
Di dalam penjara berlaku hukum pasar. Ada permintaan pasti ada penawaran. Keterlibatan oknum-oknum sipir tidak bisa dielakkan. Penjara sudah seperti pasar tinggal pilih apa maunya. Padahal penjara itu tidak boleh jual beli. Itu kan terjadi karena kebutuhan pokok narapidana tidak terpenuhi. Orang salah mengatakan penjara adalah hotel prodeo. Memang kesejahteraan pegawai sesuatu yang wajib, tapi ketika narapidana juga tidak sejahtera, pasti akan terus terjadi. Contohnya, dulu ada petugas LP Cipinang yang membebaskan Gunawan, seorang narapidana kasus pembunuhan dengan bayaran Rp 4 juta. Coba bayangkan, petugas tadi gajinya Rp 900 ratus. Untuk ongkos kerjanya sebulan habis Rp 700 ribu, diiming-imingi Rp 4 juta, ya dia terima. Sebenarnya ada standar operasional prosedur yang harus dijalankan. Petugas LP mestinya harus berdomisili radius satu kilometer dari tempat dia bertugas. Sehingga kalau ada masalah bisa segera dimobilisasi. Tapi sekarang kan petugas LP tinggalnya di mana-mana.
Jadi penjara bukan hotel prodeo?
Salah kaprah kalau orang mengatakan penjara hotel prodeo. Orang di dalam penjara itu menikmati fasilitas harus membayar. Cuma bukan dengan cara membayar petugas, tapi bekerja. Harusnya seperti itu, upahnya memang tidak seberapa. Keuntungannya yang digunakan untuk fasilitas di dalam penjara. Industri di dalam LP harus dijalankan secara profesional.
Penjara mana saja yang menerapkan manajemen seperti di Indonesia?
Sebetulnya penjara-penjara kita dibangun pada zaman Belanda diarahkan ke sana. Misalnya LP Cipinang dulu diarahkan untuk industri mebel karena di sana berkembang industri mebel. Kemudian Sukamiskin jadi percetakan, Cirebon untuk tekstil, di Yogyakarta sepatu, di Suarabaya sepatu. Jadi fungsi itu harus dikembalikan lagi.
Semestinya Kementerian Hukum dan HAM sudah mengetahui amburadulnya manajemen LP?
Saya kira tahu. Tapi kan ini sangat tergantung juga dengan pengambil kebijakan yang lain seperti Bappenas dan DPR. Hanya saja karena LP ini dianggap tidak penting maka dianggap tidak menguntungkan mereka. Saya dengar tempo hari Dirjen Lapas itu mendapat dana Rp 1 miliar untuk renovasi atau membangun penjara-penjara baru. Tapi faktanya yang sampai hanya Rp 700 juta. Kemana yang Rp 300 juta.
Artinya, membangun LP baru adalah suatu keharusan mengeliminir overload tadi?
Ya, apalagi sekarang banyak penambahan jumlah kabupaten/kota di mana di sana juga ada Polres, Kejaksaan, Pengadilan Negeri. Makanya salah satu syarat pendirian kabupaten/kota adalah membangun penjara. Misalnya Depok, harusnya ketika menjadi kabupaten, Depok harus punya penjara sendiri. Karena di negara mana pun penjara sebagai bagian fungsi pemerintahan. Karena tidak ada akhirnya tahanan dititipkan ke mana-mana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar