BERJUANG TANPA LELAH---CIPTAKAN RUANG PASAR TANPA PESAING DAN BIARKAN KOMPETISI TAK LAGI RELEVAN (KIM & MAUBORGNE)"

Senin, 12 Maret 2012

Pukat UGM : Putusan Remisi PTUN Keliru


Jakarta - Oce Madril, Direktur Advokasi Pukat Universitas Gajah Mada (UGM) menilai, dikabulkannya gugatan moratorium remisi koruptor oleh majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta merupakan langkah keliru.

"Saya kira pertimbangan putusan PTUN itu karena majelis hakim gagap pemahaman asas hak asasi, pemerintahan yang baik, pembebasan bersyarat, dan remisi. Itu kekeliruan yang sangat nyata," tandasnya, di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (10/3).

Menurutnya, jika putusan majelis hakim mengacu pada UUD 1945 yang menyatakan hak asasi melekat sejak lahir, namun korupsi bukan bawaan dari lahir, sehingga pertimbangan hukum tidak nyambung karena tidak memahami konsep hak asasi, pembebasan bersyarat, dan remisi.

Selain itu, kebijakan ini mempunyai landasan hukum karena ada PP dan aturannya. Karena itu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia harus mengajukan banding.

"Banding untuk menegakkan hukuman koruptor dan agar kebijakan ini tidak dicap sebagai pencitraan. Logika dan alasan hukum hakim harus ditantang lagi. Kalau perlu, hakimnya dilaporkan ke MA," tegasnya.

Menurutnya, memang remisi adalah salah satu hak terpidana sesuai diatur pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Namun, walaupun demikian, untuk mendapatkan remisi bukan hanya mengacu pada ayat (1), tapi juga harus membaca ayat (2) pasal tersebut yang menyatakan, syarat tersebut diatur peraturan pemerintah, yakni harus mendapat izin dari Dirjen Pemasyarakatan.

"Untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat dalam memberikan remisi, maka Menhukham yang harus mengambil langkah," ungkapnya.

Remisi diatur dalam Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pasal 14 undang-undang itu menyebutkan, salah satu hak terpidana adalah mendapatkan pengurangan masa pidana atau remisi.

Pelaksanaan undang-undang ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Remisi diberikan kepada narapidana yang berkelakuan baik selama di penjara dan telah menjalani hukuman minimal selama enam bulan. Bagi narapidana korupsi, berlaku ketentuan khusus.

Pasal 34 ayat 3 PP No. 28/2006 mengatur bahwa remisi baru dapat diberikan setelah menjalani sepertiga masa hukuman pidana. Ketentuan ini juga berlaku untuk terpidana kasus terorisme, narkotika, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. [IS]

Sumber : GATRA

Tidak ada komentar: